TEORI
MASUKNYA AGAMA HINDU-BUDHA KE INDONESIA SERTA TEORI ISLAMISASI DI INDONESIA
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Islam dalam Kebudayaan
Nusantara
Yang Diampu Oleh : Rina
Andriani Hidayat, S.Hum., M.Si.

Jurusan Sejarah Dan Kebudayaan Islam (SKI)
Fakultas Ushuludin Adab Dan Humaniora (FUADAH)
Institute Agama Islam Negeri (IAIN)
SALATIGA
2015
TEORI
MASUKNYA AGAMA HINDU-BUDHA
Masuknya kebudayaan Hindu-Budha ke
Indonesia melalui proses yang panjang. Berbagai pendapat para ahli meskipun
masih berupa dugaan sementara, cukup berguna untuk memberikan pemahaman tentang
bagaimana proses masuk dan berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia.
Teori tentang masuknya kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada dasarnya dapat dibagi dalam dua pandangan. Pendapat pertama menekankan pada peran aktif dari orang-orang India dalam menyebarkan Hindu-Budha (teori Waisya, teori Ksatria, dan teori Brahmana. Pendapat kedua mengemukakan peran aktif orang-orang Indonesia dalam menyebarkan agama Hindu-Budha di Indonesia (teori Arus Balik).Ditambah dengan teori sudra yang menyatakan bahwa penyebaran agama hindu di indonesia dibawa oleh orang-orang india yang berkasta sudra. Karena mereka dianggap sebagai orang-orang buangan
1. Teori Waisya
Teori Waisya dikemukakan oleh NJ. Krom yang menyatakan bahwa golongan Waisya (pedagang) merupakan golongan terbesar yang berperan dalam menyebarkan agama dan kebudyaan Hindu-Budha. Para pedagang yang sudah terlebih dahulu mengenal Hindu-Budha datang ke Indonesia selain untuk berdagang mereka juga memperkenalkan Hindu-Budha kepada masyarakat Indonesia. Karena pelayaran dan perdagangan waktu itu bergantung pada angin musim, maka dalam waktu tertentu mereka menetap di Indonesia jika angin musim tidak memungkinkan untuk kembali. Selama para pedagang India tersebut tinggal menetap, memungkinkan terjadinya perkawinan dengan perempuan-perempuan pribumi. Dari sinilah pengaruh kebudayaan India menyebar dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Teori waisya menyatakan bahwa penyebaran agama hindu ke indonesia dibawa oleh orang-orang india yang berkasta waisya. Karena mereka terdiri atas para pedagang yang datang dan kemudia menetap di indonesia. Bahkan banyak diantara para pedagang itu kawin dengan wanita indonesia.
Teori tentang masuknya kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada dasarnya dapat dibagi dalam dua pandangan. Pendapat pertama menekankan pada peran aktif dari orang-orang India dalam menyebarkan Hindu-Budha (teori Waisya, teori Ksatria, dan teori Brahmana. Pendapat kedua mengemukakan peran aktif orang-orang Indonesia dalam menyebarkan agama Hindu-Budha di Indonesia (teori Arus Balik).Ditambah dengan teori sudra yang menyatakan bahwa penyebaran agama hindu di indonesia dibawa oleh orang-orang india yang berkasta sudra. Karena mereka dianggap sebagai orang-orang buangan
1. Teori Waisya
Teori Waisya dikemukakan oleh NJ. Krom yang menyatakan bahwa golongan Waisya (pedagang) merupakan golongan terbesar yang berperan dalam menyebarkan agama dan kebudyaan Hindu-Budha. Para pedagang yang sudah terlebih dahulu mengenal Hindu-Budha datang ke Indonesia selain untuk berdagang mereka juga memperkenalkan Hindu-Budha kepada masyarakat Indonesia. Karena pelayaran dan perdagangan waktu itu bergantung pada angin musim, maka dalam waktu tertentu mereka menetap di Indonesia jika angin musim tidak memungkinkan untuk kembali. Selama para pedagang India tersebut tinggal menetap, memungkinkan terjadinya perkawinan dengan perempuan-perempuan pribumi. Dari sinilah pengaruh kebudayaan India menyebar dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Teori waisya menyatakan bahwa penyebaran agama hindu ke indonesia dibawa oleh orang-orang india yang berkasta waisya. Karena mereka terdiri atas para pedagang yang datang dan kemudia menetap di indonesia. Bahkan banyak diantara para pedagang itu kawin dengan wanita indonesia.
2. Teori Ksatria
Teori Ksatria berpendapat bahwa penyebaran kebudayaan Hindu-Budha yang dilakukan oleh golongan ksatria. Pendukung teori Ksatria, yaitu:
a) C.C. Berg menjelaskan bahwa golongan ksatria turut menyebarkan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Para ksatria India ini ada yang terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Bantuan yang diberikan oleh para ksatria ini sedikit banyak membantu kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku di Indonesia yang bertikai. Sebagai hadiah atas kemenangan itu, ada di antara mereka yang dinikahkan dengan salah satu putri dari kepala suku atau kelompok yang dibantunya. Dari perkawinannya itu, para ksatria dengan mudah menyebarkan tradisi Hindu-Budha kepada keluarga yang dinikahinya tadi. Selanjutnya berkembanglah tradisi Hindu-Budha dalam kerajaan di Indonesia.
b) Mookerji mengatakan bahwa golongan ksatria dari Indialah yang membawa pengaruh kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia. Para Ksatria ini selanjutnya membangun koloni-koloni yang berkembang menjadi sebuah kerajaan.
c) J.L. Moens menjelaskan bahwa proses terbentuknya kerajaan-kerajaan di Indonesia pada awal abad ke-5 ada kaitannya dengan situasi yang terjadi di India pada abad yang sama. Sekitar abad ke-5, ada di antara para keluarga kerajaan di India Selatan melarikan diri ke Indonesia sewaktu kerajaannya mengalami kehancuran. Mereka itu nantinya mendirikan kerajaan di Indonesia.
Teori kesatria: menyatakan bahwa penyebaran agama hindu ke indonesia dibawa oleh orang-orang india berkasta kesatria. Hal ini disebabkan kekacauan politik di india, sehingga para kesatria yang kalah melarikan diri ke indonesia. Mereka lalu mendirikan kerajaan-kerajaan serta menyebarkan agama hindu.
3. Teori Brahmana
Teori ini dikemukakan oleh Jc.Van Leur yang menyatakan bahwa agama dan kebudayaan Hindu-Budha yang datang ke Indonesia dibawa oleh golongan Brahmana (golongan agama) yang sengaja diundang oleh penguasa Indonesia. Pendapatnya didasarkan pada pengamatan terhadap sisa-sisa peninggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di Indonesia, terutama pada prasasti-prasasti yang menggunakan Bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa. Di India bahasa itu hanya digunakan dalam kitab suci dan upacara keagamaan dan hanya golongan Brahmana yang mengerti dan menguasai penggunaan bahasa tersebut.
Teori ini mempertegas bahwa hanya kasta Brahmana yang memahami ajaran Hindu secara utuh dan benar. Para Brahmanalah yang mempunyai hak dan mampu membaca kitab Weda (kitab suci agama Hindu) sehingga penyebaran agama Hindu ke Indonesia hanya dapat dilakukan oleh golongan Brahmana.
Teori brahmana menyatakan bahwa penyebaran agama hindu ke indonesia dilakukan oleh kaum brahmana. Kedatangan mereka ke indonesia untuk memenuhi undangan kepala suku yang tertarik dengan agama hindu. Kaum brahmana yang datang ke indonesia inilah yang menyebarkan agama hindu kepada masyarakat indonesia.
4. Teori Arus Balik / Nasional
Teori ini dikemukakan oleh F.D.K Bosch yang menjelaskan peran aktif orang-orang Indonesia dalam penyebaran kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Menurut Bosch, yang pertama kali datang ke Indonesia adalah orang-orang India yang memiliki semangat untuk menyebarkan Hindu-Budha. Karena pengaruhnya itu, ada di antara tokoh masyarakat yang tertarik untuk mengikuti ajarannya. Pada perkembangan selanjutnya, banyak orang Indonesia sendiri yang pergi ke India untuk berziarah dan belajar agama Hindu-Budha di India. Sekembalinya di Indonesia, merekalah yang mengajarkannya pada masyarakat Indonesia yang lain.
5. Teori Sudra
Teori ini dikemukakan oleh van Faber. Teori ini menjelaskan bahwa di India terjadi banyak peperangan, akhirnya para budak bermigrasi ke wilayah Indonesia dan terjadi perkawinan campuran dengan masyarakat pribumi.
Dari kelima teori tersebut hanya teori brahmanalah yang dianggap sesuai dengan bukti- bukti yang ada. Bukti-bukti tersebut diantaranya:
1. Agama hindu bukanlah agama yang demokkratis karena urusan keagamaan menjadi monopoli brahmana, sehingga hanya golongan brahman yang berhak dan mampu menyiarkan agama hindu
2. Prasasti indonesia yang pertama berbahasa sansekerta sedangkan di india sendiri bahasa itu hanya digunakan dalam kitab suci dan upacara keagamaan. Jadi kaum brahmana yang mengerti dan menguasai penggunaan bahasa tersebut.
PROSES
ISLAMISASI DI INDONESIA
Di Indonesia proses kedatangan dan
penyebaran Islam dilakukan dengan cara damai (Azra, 2002: 18). Menurut Snouck
Hurgronje, Proses Islamisasi yang terjadi secara damai disebabkan oleh daya
tarik agama Islam itu sendiri bagi masyarakat Indonesiayang terjadi secara
damai disebabkan oleh daya tarik agama Islam itu sendiri bagi masyarakat
Indonesia (Berg, 1995:112).
Bagaimana proses yang damai itu
terjadi, digambarkan oleh para ahli dengan dua cara yaitu, pertama penduduk
pribumi berkenalan dengan agama Islam kemudian menganutnya, kedua adalah orang
asing (Arab, India, Cina, dan lain-lain) yang telah memeluk agama Islam yang
bertempat tinggal tetap di satu wilayah di Indonesia, dan melakukan perkawinan
dengan penduduk setempat. B.J.Oschrieke da dalam desertasinya Het Boek Van
Bonang (1916) menyatakan bahwa selain kontak perdagangan, terjadi pula
perkawinan antara bangsawan Indonesia yang telah memeluk agama Islam dengan
kerabatnya yang belum masuk Islam atau antara bangsawan Indonesia yang belum
Islam (perempuan) dengan tokoh ulama penyebar
Islam (Berg, 1995: 113; Rcklefs, 1992): 3)
Ternyata proses penyebaran Islam di
Nusantara tidak secara seragam, dalam arti tingkat penerimaan Islam pada suatu
daerah brbeda-beda dengan di daerah yang lain. Perbedaan itu bukan hanya pada
waktu pengenalannya, tetapi yang sangat penting, yang sangat penting adalah
bergantung pada watak budaya lokal. Daerah-daerah pesisir yang memiliki budaya
maritim, lebih terbuka sehingga Islam masuk lebih mudah. Berbeda dengan
daerah-daerah pedalaman yang memiliki budaya agraris, sehingga umumnya lebih
tertutup. Penduduk pesisir lebih mudah mengadopsi agama universal dan abstrak,
penduduk pedalaman lebih mempertahankan ikatan mereka dengan penghormatan
terhadap arwah leluhur dan dewa-dewa alam untuk keberlangsungan kehidupan
mereka. Keragaman yang terjadi bukan hanya dikarenakan distribusi geografis
saja, tetapi juga sosio-kultural, ekonomi, dan politik sehingga sulit untuk
merumuskannya dalam sebuah teori tentang konversi atau periodesasi umum untuk
seluruh Indonesia (Azra,2002: 18-20).
Untuk menjelaskan proses konversi
dari satu agam ke agama yang lain, Azra mengambil pendapat Nock yang
mendefinisikan penerimaan Islam sebagai agama profetik yang menuntut komitmen
penuh, sehingga tidak memberikan kompromi bagi adanya jalan keselamatan yang
lain. Tetapi sebagaimana kenyataan yang terjadi bahwa penerimaan Islam di
Indonesia masih mempertahankan kepercayaan lama. Oleh sebab itu menurut Azra,
penerimaan Islam di Indonesia lebih tepat disebut adhesi, yang artinya adalah
konversi ke dalam Islam tanpa meninggalkan kepercayaan dan praktik keagamaan
yang lama. Berdasarkan bukti-bukti tersebut dapat ditafsirkan bahwa Islamisasi
di Indonesia merupakan suatu proses yang bersifat evolusioner, dan merupakan
suatu proses yang panjang menuju kompromi yang lebih besar terhadap
eksklusivitas Islam (Azra, 2002: 20-1).
Berdasarkan historiografi
tradisional-lokal ada beberapa hal yang bisa disimpulkan berkaitan dengan
proses Islamisasi. Pertama, Islam di Nusantara dibawa langsung dari
tanah Arab. Kedua, Islam diperkenalkan oleh para guru atau juru dakwah. Ketiga,
orang-orang yang pertama kali menerima Islam para penguasa. Keempat,
sebagian besar dari juru dakwah datang di Indonesia pada abad ke-12 dan 13M.
Selain para pedagang yang berperan dalam
proses Islamisasi, peranan juru dakwahdianggap sangat penting. Semula juru
dakwah digambarkan sebagai satu pengaruh yang searah, namun pada masa
selanjutnya juru dakwah tidak lagi berasal dari luar tetapi dari orang-orang
sendiri yang belajar di Makkah.
TEORI
MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA
Pijnappel ialah sarjana Belanda yang
pertama kali mengajukan teori bahwa asal Islam di Indonesia adalah Gujarat dan
Malabar. Orang-orang yang bermadzhab Syafei yang menetap di India itulah yang
kemudian membawa Islam ke Indonesia. (Drewes, 1968: 439-40, Azra, 2002: 24).
Teori inikemudian dilanjutkan oleh
Snouck Hurgronje yang menekankan bahwa India Selatan adalah asal Islam di
Indonesia. Hal ini dikaitkan bahwa ketika Islam sudah menguasai kota-kota
pelabuhan di India Selatan, terdapat orang-orang muslim dari Dhaka yang hidup
disana sebagai perantara perdagangan antara Timur Tengah dengan Indonesia yang
datang ke Indonesia sebagai penyebar agama Islam pertama. Lebih lanjut Snouck
menambahkan bahwa setelah itu mereka diikuti oleh orang-orang Arab yang
menggunakan gelar Sayyid atau Syarif dab menganggap dirinya sebagai keturunan
Nabi Muhammad. Ia mengajukan bahwa abad ke-12M adalah waktu yang paling mungkin
sebagai awal Islamisasi di Indonesia. Snouck dalam paparannya tidak menyebutkan
dengan jelas bagian mana dari India Selatan yang menjadi tempat asal Islam di
Indonesia (Drewes, 1968:441 ; Azra, 2002: 24)
Setelah itu tampil J.P Moquette yang
juga menyetujui Gujarat sebagai asal Islam di Indonesia. Dasar argumennya adalah
karena terdapat persamaan bentuk, bahan dan ornamen batu nisan di Pasai yang
berangka tahun 1428 M dan batu nisan Malik Ibrahim di Gresik yang berangka
tahun 1419 M dengan batu nisan Al-Kazaruni di Cambay, Gujarat. Bedasarkan
temuan ini, ia menyatakan batu nisan dari Gujarat tidak hanya diproduksi untuk
lokal, tetapi diekspor ke luar negeri termasuk ke Sumatra dan Jawa dan karena
batu nisan itu diambil dari Gujarat, maka sangat mungkin orang Indonesia
mengambil Islam dari wilayah ini (Moquette, 1912: 536-48; Drewes, 1968: 444;
Azra, 2002: 25).
Wenstedt sangat mendukung pendapat
J.P Moquette dan ia menambahkan bahwa temuannya berupa batu nisan di Barus,
bekas kerajaan Melayu kuno, di Perak (Semenanjung Malaya), dan batu nisan di
Pasai serta Gresik, adalah batu nisan impor dari Gujarat. Maka pastilah Islam
dibawah dari Gujarat ke tempat-tempat tersebut. Kemudian ia mengacu kepada
berita Sejarah Melayu yang mencatat adanya kebiasaan lama di daerah
Melayu untuk mengimpor batu nisan dari Gujarat (Wenstedt, 1917: 171-173; Azra,
1994: 25-6 dan 2002: 26)
Di kalangan para ahli sejarah
perkembangan Islam, ada yang beranggapan bahwa teori yang menyatakan Islam di
Indonesia berasal dari Gujarat tidak terlalu tepat. Morrison berpendapat
walaupun beberapa batu nisan di Indonesia berasal dari Gujarat, tidak serta
merta agama Islam pun berasal dari daerah itu. Jika diperhatikan, sejarah
Gujarat pada tahun 1297 M masih merupakan kerajaan Hindu dan baru pada 1298 M
wilayah Cambay dikuasai oleh sultan Delhi yang bernama Alauddin Khilji. Selain
itu orang muslim di Gujarat tidak bermadzhab Syafei seperti di Indonesia
melainkan Hanafi. Berdasarkan pada bukti-bukti ini dan juga naskah-naskah lokal
ia mengajukan India bagian Selatan sebagai wilayah tempat asal Islam di
Indonesia (Morrison, 1951: 28-37).
Teori yang menyebutkan bahwa Islam
di Indonesia dibawa dari Arab dikemukakan oleh sejumlah para ahli. Pada awalnya
Crawford yang menegaskan bahwa Islam diperkenalkan secara langsung dari Arab ke
Indonesia, walaupun ia menganggap bahwa hubungan antara Indonesia dengan kaum
muslim di pesisir timur India uga penting. Keyzer juga mengajukan Islam di
Indonesia dari Mesir dan hal ini didasarkan pada persamaan madzhab yang dianut
oleh kedua wilayah ini, yaitu madzhab Syafei demikian pula Niemann dan de
Hollander yang keduanya mengajukan hal yang sama tetapi dengan tambahan wilayah
Hadramaut sebagai asal Islam di Indonesia. Seorang ahli lainnya bernama Veth
menegaskan bahwa orang-orang Arab muslim melakukan perkawinan dengan penduduk
setempat dan mereka berperan dalam penyebaran Islam di wilayah pemukiman yang
baru(Drewes, 1968: 439)
Sejumlah ahli Indonesia sepakat
untuk menerima teori bahwa Islam di Indonesia berasal dari Arab. Hal ini
disampaikan dalam seminar yang diselenggarakan pada 1963 dan 1978. Mereka
menyimpulkan bahwa Islam di Indonesia langsung dibawa dari Arab pada abad ke-7
M (Azra, 2002: 28).
Naquid Al-Attas ialah seorang ahli
yang membela “teori Arab”, ia menegaskan bahwa berdasarkan bukti-bukti
literatur keagamaan sejak abad ke-17 tidak satu pun mencatat pengarang yang
berasal dari India. Para pengarang yang dianggap oleh para sarjana Barat sebagai
“orang India” atau menghasilkan karya-karya “asli India” sebenarnya adalah
orang Arab dan Persia. Berdasarkan nama-nama dan gelar para pembawa awal Islam
ke Nusantara menunjukkan bahwa mereka adalah orang Arab atau Arab Persia (
Azra, 2002: 28-9)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar